Selain mengikuti prinsip dasar: clear, concise, dan useful, hal lain yang gak kalah penting adalah memastikan bahwa copy yang kita tulis inklusif dan bisa dipahami oleh semua user.
Apr 4, 2025
Tips
UX Writing

Tiffani Amalia
Apa sih UX copy yang inklusif itu?
Menurutku, UX copy yang inklusif adalah teks yang mudah dibaca, dipahami, dan diterima oleh semua user kita.
Singkatnya, UX copy yang inklusif adalah copy yang:
Bisa diakses dan dimengerti oleh semua user.
Gak bikin user merasa bingung atau dikecualikan (excluded).
Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh user dari berbagai latar belakang.
Awalnya aku mengira inklusivitas hanya soal gender atau disabilitas, padahal ternyata gak cuma itu. Selain mempertimbangkan aspek demografis seperti usia, pekerjaan, atau jenis kelamin, beberapa aspek yang aku pertimbangkan yaitu:
Tingkat literasi
Budaya belajar (learning habit)
Seberapa tech-savvy user kita
Cara user mempersepsikan emoji
Kenapa copy yang inklusif itu penting?
Sebelum membahas cara menulis copy yang inklusif, coba refleksi sebentar. Pernah gak kamu…
Baca copy yang terlalu teknis dan sulit dipahami?
baca copy yang pakai jargon, istilah, atau joke tertentu tapi malah gak ngerti (alias copy YTTA atau Yang Tau Tau Aja)?
Butuh waktu lama buat memahami maksud sebuah copy?
Kalau pernah, berarti kamu punya gambaran kenapa copy yang inklusif itu penting. Hal ini supaya copy yang kita tulis ga membuat user mengalami hal tersebut.
Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam inklusivitas
Dari pengalamanku sebagai UX Writer di industri health-tech dan fintech, ada beberapa hal yang aku pertimbangkan untuk memastikan copy yang aku tulis cukup inklusif.
1. Tingkat literasi
Saat menulis copy, khususnya untuk produk dengan target user tertentu, aku selalu mengasumsikan bahwa ada user yang punya limited knowledge tentang produk, industri, atau kondisi tertentu. Jadi aku mengupayakan gimana caranya copy yang kutulis bisa dibaca dan dipahami oleh user “beginner” sekalipun.
Misalnya, saat menulis copy untuk aplikasi pendamping ibu hamil, sebagian besar user adalah first-time moms yang mungkin belum familiar dengan istilah kehamilan, baik itu istilah medis atau istilah umum yang berkaitan dengan kehamilan. Maka, aku selalu memastikan copy yang aku tulis:
Menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Menyediakan penjelasan tambahan untuk istilah yang mungkin asing bagi user.
Bisa dipahami oleh user dengan berbagai tingkat pendidikan, termasuk yang tidak menempuh pendidikan formal.
2. Penguasaan teknis
Seberapa tech-savvy user kita? Kalau mayoritas user bukan orang yang familiar dengan teknologi, lebih baik:
Hindari istilah teknis yang membingungkan. ❌
Berikan penjelasan tambahan jika memang harus menggunakan istilah teknis. ✅
Aku pribadi selalu mengasumsikan bahwa selalu ada user yang gak terlalu tech-savvy, jadi sebisa mungkin menghindari istilah teknis yang gak familiar.

3. Budaya belajar
Aspek lain yang aku perhatikan saat nulis copy adalah dari mana user belajar atau cari tahu informasi tertentu. Saat aku nulis copy biasanya aku menanyakan beberapa pertanyaan ini:
Dari mana user biasanya belajar atau cari tahu informasi?
Gaya bahasa seperti apa yang familiar buat mereka?
Apakah referensi yang kita pakai bakal relate buat mereka?
Hal ini aku aplikasikan saat menulis copy di Flip. Jadi tim UX writing Flip sekarang punya voice 2.0, di mana kami mencoba lebih playful di beberapa touch points tertentu.
Misalnya, saat menulis copy tidak ada koneksi di bawah ini, aku ragu apakah user akan mengerti joke di copy ini. Jadi, sebelum finalize copy-nya aku coba testing dulu apakah user paham referensi dari humor yang aku tulis. Hasilnya, semua partisipan yang ikut copy testing tahu referensi humor ini, so I decided to go with this copy.

4. Penggunaan emoji
Emoji bisa memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang. Beberapa contoh:
Emoji 😏 bisa berarti percaya diri, tapi bisa juga dimaknai genit/sombong.
Emoji 🙏 bisa berarti terima kasih atau gestur berdoa.
Supaya gak salah paham, pastikan:
Emoji yang dipilih punya makna yang jelas.
Gak punya arti ganda yang bisa bikin user bingung.
Emoji bisa terbaca di semua device (emoji baru kadang gak muncul di device lama).
Inklusif di sini juga termasuk memastikan emoji bisa tampil dengan baik di semua device dan sistem operasi. Beberapa emoji mungkin muncul di iOS atau Android versi terbaru, tapi malah hilang atau tidak muncul di device versi lama. Hal ini bisa membuat pesan jadi kurang jelas atau kehilangan nuance emosinya. Saranku, kamu bisa cek implementasinya bareng Test Engineer sebelum copy-nya release ya.

5. Daya kognitif dan aksesibilitas
Gak semua orang bisa membaca dengan kecepatan yang sama. Ada yang bisa memahami teks dengan cepat, ada yang butuh waktu lebih lama. Ada yang punya attention span yang panjang dan ada juga yang lebih pendek.
Untuk mengatasinya, beberapa hal yang aku lakukan adalah:
Pakai kalimat pendek dan langsung ke intinya.
Menghindari struktur kalimat yang terlalu kompleks, misalnya banyak kalimat majemuk.
Sebagai tambahan, biasanya aku juga cek berapa lama user baca suatu teks saat menulis copy di loading state atau copy auto-dismissed. Biasanya aku pilih durasi baca paling lama supaya orang yang punya pace baca lambat juga masih bisa baca copy-nya Untuk menentukan berapa lama copy harus ditampilkan, aku biasanya mengecek reading time di thereadtime.com.
Dengan mempertimbangkan aspek-aspek di atas, kita bisa memastikan bahwa UX copy yang kita tulis gak hanya jelas dan efektif, tapi juga inklusif bagi semua user.
About the author
Tiffani Amalia loves making tricky things simple with the right words. As a UX Writer at Flip, she helps people navigate financial products with ease. She’s also worked in branding and user experience, always focusing on making information clear and helpful.